Dugaan Pungli dan Intimidasi Yayasan DPC Lubuk Linggau, Suplayer Siap Buka Suara

LUBUK LINGGAU – Perseteruan antara pihak suplayer dan pengurus Yayasan DPC di Kota Lubuk Linggau kian terbuka ke publik.
Setelah isu dugaan pungutan liar mencuat dan menjadi sorotan, kini suplayer berinisial AW menyatakan siap mengungkap bukti-bukti yang dimilikinya, termasuk dugaan intimidasi dari pengurus yayasan.
AW mengungkapkan bahwa dirinya pernah mentransfer dana sebesar Rp20 juta ke rekening pribadi bendahara yayasan atas permintaan pihak yayasan.
Namun, saat ia meminta uang tersebut dikembalikan, ia justru menerima perlakuan yang dinilai merendahkan.
“Saya justru dimarahi. Bendahara bilang uang Rp20 juta itu kecil, tapi anehnya tidak langsung dikembalikan,” ujar AW saat diwawancarai Investigasi.News, Sabtu (19/7/2025).
Ia menambahkan, pihak yayasan tidak pernah menghubunginya kembali sejak masalah ini terangkat ke media.
Bahkan, ketika Ketua Yayasan diminta klarifikasi oleh awak media, ia justru melempar tanggung jawab ke pihak suplayer.
“Ketua bilang biar suplayer saja yang kasih klarifikasi, padahal mereka yang memulai komunikasi soal dana itu,” tegas AW.
Lebih dari itu, AW mengaku mendapat perlakuan yang mengarah pada intimidasi.
Salah satunya berupa pernyataan internal bendahara yang menyebut “kalau nggak punya uang, lebih baik nggak usah kerja sama.”
“Ucapan itu sangat merendahkan. Saya merasa dilecehkan, baik secara pribadi maupun profesional. Kalau memang uang itu kecil, seharusnya bisa langsung dikembalikan tanpa drama seperti ini. Kalau perlu, saya siap tempuh jalur hukum,” tegasnya.
AW kini tengah menyiapkan laporan ke aparat penegak hukum dan telah mengantongi bukti transfer serta percakapan yang memperkuat dugaan pungli.
Ia juga menyatakan kesiapannya menjadi saksi jika kasus ini dibawa ke ranah hukum.
Di sisi lain, respons Ketua Yayasan dinilai tidak mencerminkan sikap terbuka.
Ia sempat menghubungi redaksi media namun tak memberikan klarifikasi substansial.
Sebaliknya, ia justru mengancam akan membawa masalah ini ke ranah hukum dengan tudingan pencemaran nama baik.
Pakar hukum media menilai langkah tersebut tidak etis.
“Jika ada keberatan atas pemberitaan, tempuh mekanisme yang sesuai, seperti hak jawab atau somasi. Ancaman terhadap media hanya memperkeruh suasana,” kata seorang narasumber redaksi.
Kasus ini mengundang perhatian banyak pihak, terutama karena menyangkut lembaga yang seharusnya menjalankan amanah sosial.
Dugaan penyalahgunaan wewenang, intimidasi, dan pungutan liar menodai semangat kemitraan dan kepercayaan.
Publik kini menantikan sikap tegas dari aparat penegak hukum, sekaligus pengawasan dari instansi pemberi hibah agar dana dan kerja sama tidak disalahgunakan.(Ynt)