Beranda Daerah Diduga Lakukan Pungli, Oknum Yayasan di Lubuklinggau Minta Berita Dihapus Tanpa Bantahan Resmi
Daerah

Diduga Lakukan Pungli, Oknum Yayasan di Lubuklinggau Minta Berita Dihapus Tanpa Bantahan Resmi

LUBUK LINGGAU – Alih-alih memberikan klarifikasi atas dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp20 juta terhadap seorang suplier, dua pengurus yayasan di Kota Lubuklinggau berinisial DNP (Ketua DPC) dan AL (Bendahara DPC) justru meminta agar berita terkait kasus tersebut dihapus dari media tanpa menyampaikan bantahan substansial.
Permintaan tersebut ditujukan kepada tim redaksi Investigasi.news menyusul terbitnya berita berjudul “Oknum Yayasan di Lubuklinggau Diduga Lakukan Pungli Rp20 Juta pada Suplier”. Namun, baik DNP maupun AL tidak memberikan bukti atau penjelasan faktual yang membantah isi pemberitaan.
“Alih-alih meluruskan informasi, mereka justru meminta berita diturunkan. Tidak ada data, tidak ada klarifikasi. Hanya permintaan hapus berita,” ujar salah satu tim investigasi yang tidak mau ditulis namanya.

Lebih lanjut, sumber tersebut mengungkapkan adanya klaim bahwa kerja sama dengan suplier hanya berkaitan dengan dapur umum dan bukan bagian dari kegiatan resmi yayasan. Namun, kejanggalan muncul karena dana suplier justru masuk ke rekening pribadi bendahara DPC, bukan ke rekening institusi.
“Kalau urusannya hanya dapur, kenapa pakai nama yayasan? Dan kenapa ada permintaan Rp20 juta sebagai bukti keseriusan? Ini jelas janggal,” tambahnya.

Sikap bungkam serta permintaan penghapusan berita tanpa proses hak jawab memunculkan dugaan bahwa struktur yayasan diduga telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Jika benar, hal ini tak hanya berpotensi melanggar etika, tapi juga dapat mengarah pada tindak pidana penipuan dan penyalahgunaan wewenang.

Menanggapi hal ini, praktisi hukum dan pemerhati kebebasan pers, Maerizal, S.H., menyatakan bahwa permintaan menghapus berita tanpa mekanisme hak jawab melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pasal 5 UU Pers jelas menyebutkan bahwa hak jawab dan koreksi adalah mekanisme yang sah. Menekan jurnalis agar menghapus berita yang telah memenuhi kaidah jurnalistik adalah tindakan yang tidak menghormati kemerdekaan pers,” tegas
Maerizal, Kamis (17/07/2025).

Ia mengingatkan bahwa tindakan menghalangi kerja jurnalistik bisa dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 18 Ayat (1) UU Pers, dengan ancaman penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
Ditegaskannya bahwa ruang klarifikasi tetap terbuka bagi siapapun yang merasa dirugikan oleh pemberitaan. Namun, permintaan sepihak untuk menghapus berita tanpa dasar justru memperkuat dugaan adanya praktik tidak sehat di tubuh yayasan tersebut.
Kasus ini akan terus berlanjut. Karena kebenaran, seperti kata pepatah, tidak akan hilang hanya karena diminta dihapus.(Ynt)

Sebelumnya

Kejati Sita Dokumen di Rumah Pengusaha Tambang,  Kantor KSOP dan PT. Tunas Bara Jaya

Selanjutnya

Polda Bengkulu Bersama Forkopimda Gelar Kegiatan GEMPAR di Pantai Zakat Bengkulu

admin
Penulis

admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Detak Nusantara News
Alaku
Alaku