Komjak Dukung Kejati DKI Usut Dugaan Korupsi Hampir Rp1 Triliun di Komdigi

JAKARTA-Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi, memberikan dukungan penuh terhadap langkah sigap Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat dalam menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) periode 2020-2024.
“Komjak mendukung langkah Kejati DKI Jakarta melalui Kejari Jakarta Pusat yang sedang menangani kasus dugaan korupsi hampir Rp1 triliun di Komdigi. Ini bukti nyata bahwa Kejaksaan serius dalam menangani tindak pidana korupsi,” tegas Pujiyono, Minggu (16/3/2025).
Ia menekankan bahwa potensi kerugian negara yang sangat besar dalam kasus ini harus menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, selain penegakan hukum, Pujiyono juga menyoroti pentingnya penataan regulasi yang lebih jelas agar tidak ada celah hukum dalam pemberantasan korupsi.
“Keseriusan Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi besar harus dijawab dengan regulasi yang jelas. Kita berharap KUHP ke depan bisa mengakomodasi kewenangan Jaksa dalam menangani tindak pidana korupsi tanpa menimbulkan multitafsir,” lanjutnya.
Dugaan Manipulasi Tender di Komdigi
Kejari Jakarta Pusat telah menetapkan dugaan bahwa korupsi di Komdigi melibatkan pejabat kementerian dan perusahaan swasta yang melakukan pengkondisian tender demi memenangkan PT. AL dalam proyek pengadaan PDNS.
Berikut rincian kontrak yang dimenangkan PT. AL:
2020: Rp60,3 miliar
2021: Rp102,6 miliar
2022: Rp188,9 miliar
2023: Rp350,9 miliar
2024: Rp256,5 miliar
Meski total anggaran pengadaan PDNS mencapai Rp958 miliar, proyek ini dinilai tidak sesuai ketentuan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS. Selain itu, pengelolaan data oleh PT. AL disebut tidak memenuhi standar Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang mensyaratkan sertifikasi ISO 22301.
Pada 2024, insiden serangan ransomware terhadap PDNS menyebabkan data pribadi masyarakat terekspos dan beberapa layanan digital terganggu. Kejaksaan menduga bahwa lemahnya sistem keamanan akibat ketidaksesuaian standar ini turut berkontribusi pada insiden tersebut.
Penyidikan dan Penggeledahan
Kepala Kejari Jakarta Pusat, Dr. Safrianto Zuriat Putra, SH, MH, telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 pada 13 Maret 2025. Jaksa penyidik juga mengeluarkan Surat Perintah Penggeledahan dan Penyitaan yang menargetkan lokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita dokumen, uang tunai, mobil, tanah dan bangunan, serta barang bukti elektronik yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi ini.
“Kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah,” ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting.
Kejaksaan menegaskan bahwa penyidikan ini akan dilakukan secara transparan dan profesional guna memastikan akuntabilitas penggunaan keuangan negara.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah, yang terus menjadi sorotan publik dan penegak hukum.(Ynt/Rls)