Beranda Bengkulu “Pembongkaran Lapak di Danau Dendam Tuai Kecaman: Pemuda Bengkulu Pertanyakan Etika dan Kewenangan Pemkot”
Bengkulu

“Pembongkaran Lapak di Danau Dendam Tuai Kecaman: Pemuda Bengkulu Pertanyakan Etika dan Kewenangan Pemkot”

Lapak pedagang di kawasan Dendam tak sudah dibongkar paksa. (foto: dok, 17/5/2025)

BENGKULU– Aksi pembongkaran paksa sejumlah lapak pedagang di kawasan Danau Dendam Tak Sudah oleh Pemerintah Kota Bengkulu menuai sorotan dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari tokoh pemuda Bengkulu, Feri Van Dalis, yang menyayangkan tindakan aparat yang dinilainya tidak beretika dan mencederai nilai budaya lokal.

“Kami, khususnya anak-anak muda Bengkulu, merasa kehilangan sosok pemimpin yang seharusnya menjadi pengayom, pelindung, serta menjaga marwah budaya etika sopan santun dan tata krama,” ungkap Feri kepada awak media. Ia menilai, tindakan pembongkaran yang dilakukan secara paksa tidak mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Melayu Bengkulu yang menjunjung tinggi musyawarah dan humanisme.

Feri menegaskan bahwa lapak-lapak yang dibongkar itu merupakan tempat masyarakat kecil mencari nafkah demi menghidupi keluarga mereka. “Ini bukan hanya soal bangunan, ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” sambungnya.

Lebih lanjut, Feri mempertanyakan dasar kewenangan Pemerintah Kota dalam melakukan penertiban di kawasan Danau Dendam Tak Sudah. Menurutnya, kawasan tersebut masih berada di bawah pengelolaan Pemerintah Provinsi Bengkulu, khususnya Dinas Pariwisata dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Dusun Besar.

“Seingat kami, belum ada surat resmi dari Gubernur Bengkulu yang memberikan kewenangan kepada Pemkot untuk melakukan pengelolaan dan penataan kawasan tersebut. Status kawasan pun masih dalam pembinaan BKSDA sebagai Taman Wisata Alam (TWA), bukan di bawah kendali pemerintah kota,” jelasnya.

Ia juga mempertanyakan apakah ada koordinasi resmi antara Pemkot Bengkulu dengan BKSDA sebelum eksekusi pembongkaran dilakukan.

Menurut Feri, pendekatan yang digunakan pemerintah dinilai terlalu represif. “Kalau pun ada pelanggaran, kenapa tidak dilakukan pendekatan persuasif? Banyak contoh pemimpin yang bisa berdialog dengan rakyatnya. Biarkan masyarakat membongkar sendiri dengan solusi yang disiapkan,” katanya.

Feri menutup pernyataannya dengan pesan keras kepada pemerintah. “Jika pemimpin masih menggunakan tangan besi untuk menghadapi rakyat kecil, maka rakyat jangan pernah diam.”

Peristiwa ini memicu gelombang solidaritas dan kritik dari masyarakat luas, yang meminta kejelasan hukum dan kepastian perlindungan terhadap hak warga, terutama yang menggantungkan hidup dari sektor informal di kawasan wisata. (Ynt/Rls)

Sebelumnya

Oknum Polisi Residivis Kasus Narkoba Kembali Jadi Terdakwa di PN Bengkulu, Terancam 20 Tahun Penjara

Selanjutnya

Walikota Bengkulu Bantah Terlibat Insiden Kursi-Meja Berhamburan di Danau Dendam Tak Sudah

admin
Penulis

admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Detak Nusantara News
Alaku
Alaku