Masyarakat Adat Desa Penarik Desak Pemprov Bengkulu Tindak Pergeseran Peta WIUP CV. Agung Wijaya

Mukomuko– Masyarakat Adat Desa Penarik, Kecamatan Penarik, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, mendesak Pemerintah Provinsi Bengkulu, khususnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), serta pihak terkait lainnya, untuk segera turun ke lapangan. Desakan ini terkait dengan dugaan pergeseran peta Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik CV. Agung Wijaya, yang sebelumnya berada di Sungai Air Dikit, kini bergeser ke lahan perkebunan adat seluas 11 hektare.
“Kami meminta Pemprov Bengkulu segera turun ke lapangan untuk melihat secara langsung apa yang dikeluhkan masyarakat. Kembalikan peta atau patoknya ke badan Sungai Air Dikit seperti semula, bukan di perkebunan adat,” tegas Johara, perwakilan masyarakat adat, Minggu (9/2/2025).
Johara menegaskan, jika pergeseran WIUP ini tidak dikembalikan ke lokasi semula, maka berpotensi menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat adat. Terlebih, patok WIUP yang awalnya ditetapkan bersama kelompok adat, konsultan Dinas ESDM, dan CV. Agung Wijaya memang berada di badan sungai, bukan di lahan perkebunan adat.
Selain itu, masyarakat adat juga menolak keras keberadaan PT. Pasopati Jaya Abdi yang diduga mengurus izin secara diam-diam melalui Desa Marga Mukti, padahal secara administratif lokasi tersebut masuk dalam wilayah Desa Penarik. CV. Agung Wijaya telah lebih dulu mendapatkan rekomendasi izin di wilayah tersebut, sehingga muncul pertanyaan besar mengenai transparansi perizinan tambang di daerah itu.
“Ada juga beberapa usaha galian C yang izinnya dikeluarkan dari Desa Marga Sakti, tetapi justru beroperasi di Desa Penarik. Artinya, ada ketidaksesuaian dengan izin yang diberikan,” ungkap Johara.
Masyarakat mendesak pemerintah segera mengambil tindakan sebelum konflik semakin memanas. Dugaan penyimpangan perizinan ini tidak hanya mengancam lahan perkebunan adat, tetapi juga berpotensi menyebabkan abrasi serta merusak cagar alam makam tua yang menjadi warisan kelompok adat Desa Penarik. Diduga, hampir semua dari empat usaha galian C yang beroperasi di hulu CV. Agung Wijaya secara administratif masuk dalam wilayah Desa Penarik, namun perizinannya berasal dari desa lain.
Masyarakat berharap pemerintah segera menindaklanjuti polemik ini agar hak-hak masyarakat adat tetap terjaga dan lingkungan sekitar tidak mengalami kerusakan lebih lanjut.(Ynt)